Candu Hidup

Author : Seven Souls

Candu Hidup

Musim dingin
Aku kira ini musim dingin, karena ketika terbangun oleh deringan ternyata kulitku telah keriput….,

Bukan…. ternyata bukan musim dingin. Keriput ini karena air-airnya telah pergi memenuhi panggilan kulit-kulit lainnya…

Expired date ku hampir berakhir, tattoo di lengan kananku telah menggelambir, tidak lagi meyerupai pujaan hati …

(Inferno = Neraka)

Kubuka pintu,

Ingin kuhisap kemudaannya..

Musim panas
Daun ini harus segera dipanaskan, selayaknya darah mudaku yang selalu membara.
Pintu terbuka…
Bisa kulihat dimatanya, betapa ia iri akan kemudaanku, tulangnya membengkok layaknya cangkul, betapa tuanya dia…
Sedangkan aku, aku ingin menari-nari diatas kemudaanku
Ingin kuhisap seluruh gairah dunia ini
(Panas = Neraka)


• Inferno = musim dingin, neraka (Spanish)



Lelaki paruh baya.
Tubuhku telah merapuh, tetapi hasrat untuk menghirup selalu tumbuh...
35 Tahun yang lalu, ketika pertamakali kusadari bahwa kenyataan bisa dihindari, dengan membawa pikiranku terbang ke dimensi lain. Dan Sekarang, ketika usiaku hampir menginjak tahun ke 50 yang kuterima hanya kegalauan atas apa yang telah terlewatkan. Hanya daun yang sekarang bisa terbeli, agar dimensi lain itu dapat tetap kuraih.
Di masa remaja, cocaine datang menemani. Tugas-tugas kuliah terselesaikan dengan bantuan imajinasinya, mencapai nilai tertinggi tanpa banyak usaha. Selama semua masih tersedia.
persetubuhan pertamaku diajarkan olehnya, membiarkan diriku menjadi siapapun yang bisa dikagumi. Melaluinyalah aku bisa memberikan kepuasan bagi para wanita yang membutuhkan sentuhan keperkasasaan didalam tubuhnya, baik untuk yang pertama kali maupun yang kesekian kali.
Mirna : “Kamu hebat Gun, kamu begitu alami. Aku tidak menyesal memberikan segalanya padamu”
Margaret: “You make me blossom Gun, I never know that Indonesian man can treat a woman like this”
Laurine:Ough..fuck me..fuck me harder..give me more...more..ough yes...
Mbak Ratna: “Aku senang mengenalmu, belum pernah ada satu lelaki pun yang bisa memuaskanku seperti ini”
Tante Wati: Tante tidak pernah menyangka. Ternyata bersetubuh bisa membuat tante terlihat lebih cantik dan awet muda .
Bu Tania: Gun, Ibu seperti hidup kembali..Bapak selama ini langsung menerkam seperti singa, dan Ibu hanya bisa kesakitan. Syukur kamu datang.
Miranda: Aku mencintaimu Gun, lakukan apa saja yang inginkan.
Semua terpuaskan, Tuhan pasti sengaja menciptakan pil-pil itu untuk menghadirkan kebahagiaan, bagiku dan bagi para wanita.. Tak ada yang salah
Hingga, salah satunya hamil dan tidak bisa dilarikan atau digugurkan, dan hanya dikawini. Aku pun menikah.
Di masa bekerja, aku memulai sebagai sales, dan hanya dalam waktu 6 tahun menempati posisi manager yang memiliki cabang di seluruh negeri. Kali ini shabu mendukung karierku.
Sales : Award, sales dengan penjualan terbanyak tahun ini. Proudly present Gunawan Wicaksono
Supervisor : Team penjualan terbaik tahun ini, dengan teamleadernya Gunawan Wicaksono
Manager Tehnik: Dengan bangga kami perkenalkan Manager Tehnik kami, Gunawan Wicaksono yang telah melakukan ekspansi dan menguasai penjualan di wilayah timur hanya dalam waktu 6 bulan !
Manager Keuangan: Gunawan Wicaksono saya percayakan sebagai manager keuangan sekaligus penasehat bagi Presiden Direktur dalam perusahaan saya ini.
Dengan segala kerja keras layaknya robot yang tinggal diberi energi, aku pun bisa mencapai itu semua dengan shabu yang memacuku untuk terus…terus mencapai, dengan paham Machiavelli untuk mendapatka segalanya dengan cara apapun, kawan maupun lawan semuanya kukaburkan, disegani, dihormati ataupun ditakuti terserah kalianlah, Segala benefit, allowance, kesenangan duniawi telah tersedia atau tinggal pesan. Ah, inilah surga dunia.

Di masa berusaha, pil-pil koplo membantu membangkitkan ketika jatuh, dan menjatuhkan lagi di kala bangkit. Tapi aku tetap berusaha, mencari penghidupan dan mengurangi dosis.
- Tuhan : Aku tidak akan pernah memberikan cobaan melebihi kemampuanmu nak. Kau pasti bisa. Lepaskanlah semuanya dan rengkuhlah kehidupan

- Setan : Ditinggalkan istri dan dikeluarkan dari pekerjaan, adakah yang lebih buruk ? Sebaiknya kau bunuh diri
(Daripada bunuh diri, kutelan lagi pil-pil ini)
- Simpatisan = Bapak pasti bisa, kalau mau berusaha.
- Oposan = Seperti itulah hidupnya, merana (dengan senyum nyinyir, memuakkan !)..
(Daripada kubunuh orang itu, kutelan saja pil-pil ini)
Semua candu telah kujejelajahi. Kalau ini semua dosa, kenapa aku belum kau panggil juga, penciptaku?


Bulan Pertama

Pintu terbuka, dia membawa pesananku.
“Kamu kurir baru ya?”
“Iya Pak”
“Silahkan duduk, sebentar saya ambilkan uangnya”
“Baik Pak”
Aku melangkah kedalam, membiarkannya mengawasi ruang tamu yang penuh dengan barang-barang tua, yang diselimuti oleh kenangan. Biarlah dia merasakan seluruh kebahagiaan dan penderitaan itu. Aku kembali dan menyerahkan kepada beberapa helai rupiah berwarna merah.
“Sebanyak itu untuk apa Pak? Mau dijual lagi ya Pak?”
“Enggak, buat stock aja”
“Wah, kalau saya bisa buat ratusan desain kali, kalo narik segitu banyak”
“Kamu mendesain apa?”
“Belum Pak, masih belajar”
“Kuliah dimana”
“Institut seni pak, ngambil DISKOMVIS”
“Doyan narik juga ya?”
“Ya, kalo ada barang lebih”
“Ya, udah linting aja disini. Sebentar saya ambilkan papir”
“Beneran nih pak? Wah, saya jadi gak enak nih”
“Gak apa-apa, santai aja”
Aku kedalam mengambil papir, membiarkannya sekali lagi menerka-nerka kehidupanku. Ketika kembali dia langsung bertanya.
“Bapak tinggal sendiri?”
“Iya”
“Ibu dimana Pak?
“Entah dimana, dulu saya dicerai. Ayo sambil dilinting”
“Oh iya, bapak udah lama make ini?”
“Baru akhir-akhir ini, dulu pernah tapi tidak begitu doyan”
“Wah mengenang masa lalu nih pak. Masa lalu gak usah banyak dikenang Pak, mending nyiptain masa kini dan mempersiapkan masa depan.
“Saya sudah berada di tiga masa itu nak, masa akhir saja yang belum menjemput”
“Ah Bapak, jangan pesimis gitu dong. Kalo bapak mau, saya bisa lho nyariin istri. Asal bapak siap dana”
“Itu dia masalahnya nak, dananya yang gak ada. Kalo dananya ada sih, istri saya gak bakalan pergi dan saya masih pake shabu”
“Ya, kalo Bapak nyari yang semalam atau dua malam juga bisa saya datangkan. Bapak masih kuat tho? Hehehehe”
“Masih kuat , lahir bathin, hehehe...Kamu punya stock begituan juga tho ? ”
“Tergantung permintaan, saya penyedia aja. Lumayan pak, buat tambahan.”
“Ya, nanti saya pikirkanlah. Udah, langsung dibakar aja”
Pembakaran dimulai, asap siap dihirup, mata mulai memerah.
“Cantik-cantik gak?”
“Pastinya Pak, gak mungkin Bapak kecewa”
“Wah, boleh dicoba tuh”
“Tinggal telephone aja ”
“Oklah, kapan-kapan. Kamu test drive juga ya?”
“Ya, kalau ada yang mau”
“ Wah, saya gak mau tuh bekas kamu”
“Tergantung tarifnya, bapak tinggal pilih”
“Mau kopi?”
“Boleh Pak”
“Sebentar saya buatkan”
Aku melangkah kedalam. Pasti dia akan bertanya-tanya tentang sumber penghasilanku. Kubuat dua cangkir kopi dan membawanya ke depan.

“Bapak rumahnya besar sekali, mahal ya Pak?”
“Bukan, ini warisan”
“Berarti orang tua bapak kaya ya dong ?”
“Ya, lumayanlah”
“Bapak, dulu kerja dimana?”
“Dimana-mana”
“Di rak-rak itu banyak buku bahasa inggris. Bapak dulu pernah tinggal di luar?”
“Iya, di Inggris”
“Kerja ya Pak”
“Enggak, kuliah”
“Ngambil jurusan apa Pak?”
“Tehnik mesin”
“Keren tuh Pak, nyari kerjanya juga lebih mudah”
“Dulu saya pikir juga begitu, kerja di perusahaan asing, gaji dolar, fasilitas memuaskan. Tapi ternyata tidak juga. Mereka tetap lebih menghargai tenaga asing”
“Tapi kalau lulusan luar tetap lebih mudah masuknyalah Pak”
“Ya, mungkin begitu. Kamu rencananya selesai kuliah mau kemana”
“Mengalir aja Pak, belum tahu,
“Nak, nak…Direncanakan saja bisa meleset, apalagi tidak direncanakan”
“Yah, daripada meleset mending gak direncanakan Pak”

“Anak muda, selalu punya jawaban”
“Hahahaha, orang tua, selalu punya kesimpulan”
“Kamu membuat saya semakin merasa tua”
“Bapak mengingatkan kemudaan saya”
“Ya, terserah kamulah kalau tidak bisa diingatkan”
“Terima kasih pak, karena telah mengingatkan”
“Terima kasih kembali, saya pernah berada di masamu”
“Saya mengerti Pak”
Kami terdiam sejenak, sama-sama tenggelam dalam ingatan.
“Lintingannya sudah habis”
“Iya Pak, saya sekalian pamit”
“Baiklah, masih kuat kan?”
“Masih Pak, tenang aja”
“Ok, hati-hati di jalan”

Ok Pak, terima kasih”

Bulan Kedua

“Kenapa pesanan saya tidak diantarkan?”
“Lagi susah barang pak, ini saya juga hanya datang berkunjung, sekalian bagi punya saya ,sisa 3 linting. kalau bapak mau”
“Ya, sudahlah bakar saja. Nanti saya ganti”
“Gak usah pak, saya juga senang ngobrol dengan Bapak”
“Ya sudah, terima kasih. Ada berita apa?”
“Saya lagi jatuh cinta”
“Wah syukurlah, kadang-kadang cinta juga punya efek penyembuhan”
“Silahkan pak”
Anak muda itu menyodorkan lintingannya, segera kuhirup panjang dan asapnya mengalir memasuki tubuh, melaju deras menuju otak, segera mendamaikanku
“Bapak pernah jatuh cinta?”
“Aku sudah tua, pasti pernahlah”
“Kepada siapa Pak?”
“Kepada banyak wanita”
“Ternyata Bapak Don Juan juga, ini lain Pak. Saya benar-benar jatuh cinta”
“Cantik gak?”
“Cantiklah Pak, dulu saya yang nyariin kerjaan buat dia”
“Dari koleksi juga nih?”

“Dulunya, tapi sekarang udah enggak. Nah, Itu dia masalahnya Pak”
“Iya, cinta tidak bisa memilih”
“Bapak percaya Tuhan?”
“Percaya, kalau lagi buntung”
“Saya juga Pak. Percaya Tuhan, tapi kalau lagi beruntung. Dan saat ini saya lagi percaya sekali, Karena saya merasa beruntung dengan kejatuhcintaan ini”
“Dia juga suka kamu?”
“Iya, tapi dia tidak yakin kalau saya bisa menerimanya”
“Ya sudah, tinggal diyakinkan.
Yakin kau dengan dirimu sendiri?”

“Yakin Pak”
“Bagus, berusahalah terus”
“Ya ini dalam usaha. Bapak mungkin ada tips-tips?”
“Mungkin dia hanya takut, takut setelah dia yakin lalu kautinggalkan”
“Enggaklah Pak”
“Oklah, aku doakan. Perempuan harus dipuaskan dengan dua hal, kemewahan dan persetubuhan.
Kau hebat diatas ranjang?”
“Kalau dengan dia, saya bisa tahan berulang-ulang”
“Juga telah kau pastikan, kalau diapun puas”
“Wah kalau itu saya nggak yakin pak, teriakannya sih melengking, kalau sedang orgasme”
“Itu sulit diukur, perempuan memang suka berteriak”
“Seberapa sering kalian orgasme berbarengan?”
“Kalo itu jarang pak, saya kasi dia dulu berulang-ulang, baru saya keluarkan”
“Puncak kenikmatan saat penismu dicengkeram erat oleh dinding-dinding vaginanya, bersamaan dengan dinding-dinding vaginanya merasakan aliran cairan yang mengalir dalam urat-uratmu, Hingga kau semburkan spermamu kedalam dinding rahimnya dan dia menerima tanpa perlawanan.
Saat itulah kalian melakukan penyatuan hati dan tubuh. Makin sering kau bisa melakukannya, makin kuat ikatan kalian
“Harus dicoba nih pak, biar dia makin yakin dengan saya”
“Belum selesai, kau bisa menghadirkan kemewahan gak?”
“Wah, dia sih bukan tipe cewek matre Pak”
“Kamu sendiri yang bilang, kalau dulu dia bersetubuh untuk uang”
“Iya, itu dulu Pak”
“Kamu sedang jatuh cinta, hanya melihat yang baik saja”
“Masa sih pak?”
“Iyalah”
“Yah, syukurlah. Pada kebaikan kita menuju kan pak?”
“Keburukan juga perlu dilihat, biar jelas langkahmu. Nih, Giliranmu, aku terus yang menghisap dari tadi”
Kulihat dia menghisap dengan penuh kepuasan, jiwa mudanya sedang berkobar.
“ Pak, saya ingin melindunginya agar gak salah jalan lagi”
“Iya, kalau jalanmupun sudah lurus”
“Sedang saya luruskan juga pak, saya udah gak nyariin cewek lagi”
“Wah belum sempat aku booking ke kau, kau sudah mundur”
“Iya Pak, saya tobat”
“Baguslah, ini yang aku bilang cinta memiliki efek penyembuhan”
“Ah bapak bisa aja, sekarang saya menerima pesanan desain pak, tinggal lintingan aja pak yang belum lepas”
“Syukurlah, setahap demi setahap. Jangan sampai nanti kehilangan semua”
“Maksud Bapak?”
“Kayak aku inilah, saat semua hilang aku baru menyesal, tapi semua sudah terlambat, terlalu banyak perih. Jadi kembali ke ini”
Kutunjuk lintingan diatas meja, mengambilnya, dan mulai membakar kembali
“Memang Bapak dulu pake apa aja? Bapak tidak harus menjawab kalau Bapak tidak mau”
“Gak apa-apa nak, aku sudah pernah coba semua. Kapan-kapanlah aku cerita”
“Ok Pak, ini masih ada satu linting. Mau dibakar Pak?”
“Gak usah, disimpan saja. Tolong segera diantarkan kalau barangnya sudah datang”
“Baik, Pak. Bapak prioritas utama. Saya pamit dulu”
“Aku doakan kau dengan cintamu”

“Terima kasih Pak, sampai ketemu”
“Iya, hati-hati”


Bulan Ketiga

“Maaf Pak, Bapak lama nunggu. Ini saya bawakan pesanan Bapak. Sepi banget Pak”
“Iya, makanya saya lebih banyak tidur daripada melawan kesepian”
“Ah Bapak, bisa aja”
“Ginilah keadaannya”
“Ayo, langsung dilinting aja”
“Iya, ini Pak, saya bawa Papir. Kualitas paling bagus lho ini pak, padat, kering. Saya kemarin main ke Bireun. Fresh From the oven. He he he..”
“aman ya?”
“aman pak, saya ikut teman yang orang sana, dia bandar gede. Sempat nginep 2 hari diladangnya”
“Udah jadi bandar kamu sekarang”
“Yah, abis nunggu dari Abang lama banget, banyak konsumen yang nyari, nekat-nekat aja.”
“Hati-hati lho”
“Siap Bos”
“Gimana cintanya?”
“Itu juga lagi hot-hotnya. Semalem kami bersetubuh beulang-ulang, hampir dua minggu saya tinggalin dia. Sekarang Rena hanya kuliah aja, berkat saya Tuh Pak”
“Baguslah”
“Bapak kok gak cari istri Pak? Bapak masih cakep lho”
“Belum nemu yang cocok”
“Mudah-mudahan segera nemu”
“Iya, keburu mati aku ini”
“Tapi gairah dunia sudah pernah Bapak rasakan semua tentunya”
“Kalau obat-obatan mungkin iya”
“Dulu, pertamakali Bapak pake apa?”
“Cocaine”
“Asyik gak Pak?”
“Asyik, bikin kamu bisa mengerti gimana cara Albet Ford nyiptain mobil pertamanya ”
“Wah kalo itu sih, pake ganja juga saya merasa bisa nyiptain sketsa setara Leonardo Da Vinci Pak”
“Yah, seperti itulah. Jadi bener-bener lupa. Hanya tenggelam dalam pikiran. Sampai-sampai saya harus memotret setiap hari kejadian-kejadian. Takut lupa”
“Oh iya, Bapak kuliah di Universitas mana?”
“Leeds University”
“kota mana tuh Pak”
“Ya, di Leeds”
“Ceweknya cantik-cantik dong”
“Iya, tapi aku sudah lupa semua mukanya, abis yang nunggu di flat bergantian. Ketemu langsung maen”
“Wah bisa berantem dong ceweknya”
“Pernah juga, wong aku gak pernah bikin komitmen apa-apa. Dia mau, aku mau. Ya udah kejadian”
“Istri Bapak orang mana?”
“Orang Sunda”
“Ketemu disana Pak?”
“Enggak, disini. Beruntung aja dia yang hamil dan minta dinikahi”
“Ayo Pak, sambil ditarik”
“Ough udah sebulan aku gak narik. Seperti hidup kembali”
“Yoi, sama bos”
“Kalau ini alami, makanya lebih enak di hati dan di kantong”
“Betul pak, mestinya dilegalkan saja”
“Sebaiknya begitu”
“Bapak gak horny kalo abis make?”

“Pikirannya dulu yang ngeres, ya hornylah”
“Terus gimana Pak?”
“Ya, biasalah sendiri”
“Kemarin saya tawarin, bapak gak mau”
“Ada dua tipe laki-laki nak, ada yang bisa bayar, ada yang nggak. Aku yang kedua. Disitu susahnya”
“Iya ya Pak, saya juga gitu. Kok rasanya dosanya lebih banyak. Tapi pake ganja ini dosanya, rasanya gak begitu banyak ya Pak, khan langsung ngambil dari alam”
“Iya, wong sudah disediakan oleh Tuhan kok. Paling paranaoidnya ke gap polisi aja. Sebentar saya ambilkan makanan. Tadi ada saudara yang nganterin”
“Baik Pak”
Aku melangkah kedalam. Ough Tuhan, kenapa aku malah bersekutu untuk semakin ketagihan. Aku kembali ke ruang tamu dengan membawa makanan dan kemudian mengajaknya melihat dari sisi lain.
“ Tapi ada efek sampingannya, jadi lamban, kaya saya ini. Kurang konsentrasi juga. Dan kamu mungkin juga jadi ketagihan obat-obatan nantinya”
“Enggaklah Pak, saya kenal beberapa orang yang mati karena overdosis”
“Kamu pernah pake yang lain juga”
“Putauw? Enggak pak. Dulu Pernah, shabu. Tapi gak naek-naek, karena belinya patungan dan temen-temen lain bilang saya boros, ya udah gak pernah diajak lagi. Saya juga gak cocok pak. Dulu saya pernah kecelakaan, koma berminggu-minggu. Jadi bahan kimia mungkin sudah resisten”
“Ya, syukurlah”
“Tapi saya sedia untuk jualan. Saya berani karena gak doyan itu.
“Nah, itu jualan lintingan?”
“Kalo lingtingan kan lain, masih terjangkau. Udah habis nih pak, mau dibakar lagi?”
“Silahkan. Gak takut ke gap?”
“Belum Pak, mudah-mudahan jangan pernah. Ya, namanya juga resiko pekerjaan.
“God bless U”
“Iya Pak, mudah-mudahan terus-terus diblessing. Pak, boleh nanya gak?”
“Iya, tentang apa?”
“Dulu bapak kerja dimana?”
“DI Perusahaan manufaktur”
“Oo..Jadi apa Pak?”
“Jadi apa aja, mulai dari sales sampai manager, hanya 6 tahun aku udah di level manager dengan gaji puluhan juta”
“Wah hebat tuh pak”
“Ya hebat, aku didukung shabu, gak henti-hentinya kerja. Tapi gitulah duitnya juga habis disitu. Mungkin kalo gak gitu lebih banyak kebahagian dunia yang bisa aku nikmati atau mungkin lebih banyak kebaikan yang bisa aku buat”
“Bapak menyesal?”
“Menyesal nak, jangan sampai kau salah jalan seperti aku. Dulu aku pikir ini hanya sebagai sarana rekreasi, sampai semuanya pergi baru aku sadar disinilah pusat kehidupanku. Aku dijadikannya seperti raja kemudian seketika balik menginjak-injakku layaknya babu”
“Maksud Bapak?”
“Nantilah kuceritakan, terlalu perih untuk diingat”
“Baik Pak, maafkan saya”
“Gak perlu, inilah kenyataan”
“Aku ingin istirahat nak, tutup saja pintunya kalau kau pulang. Sebentar lagi ada Mbak Sum datang bersihin rumah”
“Baik Pak, selamat berisitirahat”

Bulan keempat

“Pak, maaf mengganggu, saya datang berkunjung”
“Gak apa-pa, silahkan duduk”
“ Pak, Pacar saya mutusin saya”
“Kenapa?”
“Mungkin karena saya kurang kaya, alasan resminya sih karena saya kecanduan dan kurang perhatian. Saya bisa berhenti, beri saya waktu. Kurang perhatian kayak gimana ? Semua yang saya lakukan untuk memenuhi kebutuhannya. Membelikannya pakaian, sepatu, handphone. Selalu mengajaknya makan ditempat-tempat kesukaannya, clubbing hamper tiap minggu. Apa saja untuknya, habis semua untuknya. Waktu, Sampai-sampai sudah tidak pernah lagi bertemu dengan teman-teman dulu”
“Standarnya beda kali”
“Mungkin Pak, kemarin saya ke kostnya, ada cowok nungguin di depan. Pake mobil Cherooke. Saya hanya naik motor. Saya hancur Pak”
“Gak apa-apa, kamu laki-laki. Biasa berhadapan dengan tembok”
“Iya, masalahnya ini bukan tembok. Dia perempuan yang saya cintai. Saya bersedia melakukan apapun..Apapun.. Kalau dia mau kembali kepada saya”
“Kalau kamu benar-benar mencintainya, kamu harus menyadari bahwa dia pergi untuk mendapatkan yang terbaik untuknya. Disitu makanya di sebut Jatuh Cinta. Kau jatuh, tapi cinta tetap kau angkat”
”Saya ingin bunuh diri Pak. Saya nggak tahu mo gimana lagi.
Semua cara sudah saya coba, Saya datangi semua temannya, saya kirimkan dia beragam hadiah, saya setubuhi dia seperti yang bapak katakan. Saya melakukan semua yang saya bisa. Saya ingin mati pak, berulang-ulang niat bunuh diri ini datang”
“Jangan, biar saya duluan aja, ha…ha..ha…ha...
Kalau mau bunuh diri, aku memiliki alasan yang lebih kuat nak.
Dulu aku dibuang dari pekerjaan, padahal aku bekerja melebihi kemampuan karyawan lainnya. Tapi mereka bersekongkol menghianatiku. Mereka menyogokku agar mau mengundurkan diri, hingga aku tidak bisa menyampaikan kecurangan-kecurangan mereka pada dewan direksi, sekaligus mengancam akan melaporkan kecanduanku dengan shabu. Saat yang hampir bersamaan, istriku menceraikanku. Hancur aku nak, sehancur-hancurnya manusia. Tanpa pendamping, uang dan jabatan. Dimana harga diri kelelakianku. Kau, kau masih muda. Masih banyak kebahagian dan kesedihan hidup yang tak pernah kau bayangkan akan menghampirimu. Termasuk juga keajaiban-keajabainnya. Untuk alasan itulah aku selalu membatalkan keinginan bunuh diriku.
Mari nak, aku ingin menunjukkan sesuatu”
Kami melangkah ke dalam, di ruangan kerja yang lembab dan berdebu, aku tunjukkan, beberapa senapan yang setiap saat menemaniku.
“Hampir setiap hari aku ketakutan nak, tapi aku lawan terus. Entah berapa kali moncong senapan itu berada di kepalaku, siap untuk ditembakkan. Tapi selalu ada keajaiban yang menahannya. Entah dengan alasan bahwa mungkin suatu hari anakku mau mengunjungiku atau tidak ada yang membukakan pintu Mbak Sum kalau dia datang.
Sekarang aku telah berdamai , mereka sekarang lebih sebagai pengingat. Betapa kelamnya pikiran manusia, hingga harus selalu didekatkan dengan sang pencipta.
Sembahyanglah kalau kau siap. Pakai kamar di ujung itu saja kalau kau mau.
“Gak Pak, nanti aja. Ini saya bawa lintingan. Saya bakar Pak?”
“Silahkan”
Hembusan dalam-dalamnya berpadu antara relaxing ganja dan perasaan patah hati. Akupun pernah merasakan nak.
“Sudah nikmati saja, mau diambilkan minuman?”
“Boleh Pak. Terima kasih”
Aku melangkah kedalam, membereskan file-file tulisan yang berserakan di atas meja makan. Lalu mengambilkan minuman untuk anak muda itu.
“Gimana? Feel better ?”
“Pak, saya memikirkan kisah bapak tadi. Bapak orang kuat”
“Terimakasih. Aku pun pernah rapuh nak”
“Bapak, mengingatkan saya. Terima kasih”
“Kembali”
“Silahkan Pak”
Kulanjutkan lintingannya, meletakkan diantara kedua tangan lalu menghirup dalam melalui hidung.
“Bagaimana bapak bisa menjadi begitu tenang”
“Aku tenang, karena kehilangan rasa terhadap kehidupan. Aku memang membuatnya begitu, kumatikan banyak gairah-gairahku. Kusisakan sedikit, sebisa yang kuraih. Beda dengan kau, kau masih muda, masih banyak yang bisa kaulakukan dan kau dapatkan. Rengkuhlah semua”
“Baik Pak. Bapak mau menolong saya?”
“Ya, kalau ada yang bisa saya lakukan”
“Bisa Bapak telephonekan pacar saya ?. Bapak pura-pura menjadi Papa saya, sampaikan kepadanya betapa merananya saya ditingalkan olehnya, dan saya masih berharap bahwa dia akan kembali”
“Tentu, kalau itu bisa membuatmu merasa lebih baik”
“Sampaikan kepadanya, saya bersedia menikahinya saat ini juga kalau itu yang dia mau”
“Iya nak, saya tidak menjanjikan apa-apa. Tetapi apapun hasilnya, kau adalah lelaki sejati, karena telah berjuang”
“Terima kasih. Sebentar Pak, saya sambungkan”
Loud speaker dinyalakan, telephone diangkat. Aku menyampaikan salam, suara perempuan manja di ujung sana dan anak muda didepanku hanya memandang dengan wajah penuh pengharapan. Aku memperkenalkan diri, lalu menyampaikan maksud anak muda tadi. Suara perempuan manja itu terdengar sedih juga, tetapi dia tetap bersikukuh untuk tidak akan kembali. Terlalu lancang kalau aku menanyakan alasannya, karena itu haknya. Aku hanya memintanya untuk memikirkan kembali. Percakapan berakhir tanpa hasil. Anak muda itu hanya memandangku dengan wajah yang dikuat-kuatkan.
“Kau laki-laki” Aku hanya tersenyum
“Pak, saya pamit dulu. Saya tidak kuat, saya mau tidur”
“Kau bisa pake kamar di pojokkan itu. Bahaya berkendaraan dalam keadaan begini”
“Boleh Pak, maaf jadi merepotkan”
“Tidak apa-apa, aku melanjutkan menulis. Silahkan beristirahat”
“Terima kasih Pak. Bapak seperti orang tua saya”
“Ya, kamu pun seperti anak saya”

Bulan kelima

“Hallo, bagaimana kabar?”
“Baikan Pak, masih terasa perihnya”
“Santai aja, waktu akan menyembuhkan”
“Ini pak pesanannya”
“Iya, terima kasih. Gak buru-buru tho?”
“Enggak pak”
“Mau narik?”
“Boleh Pak”
“Udah dilinting aja, punya papir?”
“Enggak ada Pak”
“Sebentar saya ambilkan”
Aku melangkah ke kamar. Anak muda, perih itu belum seberapa. Tapi perih-perih itulah yang akan menguatkanmu menghadapi perih yang lebih dalam. Bertahanlah atau terima saja. Begitulah hidup.
“Ini”
Sambil menunggu dia menyelesaikan lintingannya aku membaca bahan-bahan tentang Hutan dan Hutang Indonesia, sesuatu yang menggangguku selama ini.Syukur sekarang ada internet, jadi aku bisa menelusuri referensi-referensi yang dibutuhkan.
“Baca apa Pak?”
“Bahan-bahan untuk menulis”
“Bapak menulis buku?”
“Iya”
“Wah saya baru tahu, keren tuh Pak. Tentang apa aja?”
“Beragam tema yang menarik minatku . Antara lain tentang Perawatan mesin mobil, aplikasi beberapa software, Aliran Surialisme di Indonesia, cara membuat mesin-mesin teknologi rendah untuk rumah tangga, Indonesia Refleksi dunia, macem-macemlah, ada 12 buku yang sudah terbit. Nanti kamu bisa lihat didalam.
“Temanya beragam ya Pak, Bapak riset dong, interview juga Pak?”
“Dulu iya, keluar dari kerjaan dan berpisah dengan mantan istri, saya ingin melupakan semua dengan bertemu banyak orang, mengunjungi berbagai tempat. Tapi sekarang saya sudah capek dan malas, selain itu dana juga semakin menipis. Jadi sekarang lebih banyak riset kepustakaan, lewat internet juga”
“Ya ya...Aliran lukisan surialisme menarik tuh Pak. Saya boleh pinjam ?”
“Hehehe beli dong. Biar saya juga dapat duit buat hidup dan beli ganja. Kan nanti balik ke kamu lagi, hahahaha”
“Hahahaha, Bapak bisa aja.
“Saya masih punya beberapa eksemplar didalam, discountnya lebih banyak beli di saya daripada kamu beli di toko buku. Ada privilege bagi penulis kalau ngambil di penerbit”
“Ok Pak, nanti saya beli terus bapak tanda tangan ya”
“Ok”
“Kuliahmu bagaimana?”
“Tinggal Tugas akhir Pak, saya masih malas berpikir. Hati saya masih galau”
“ Tetaplah berjalan walaupun remuk redam oleh penderitaan ataupun gilang gemilang dengan kebahagiaan. Waktu tidak bisa diulang!”
“Iya, Pak. Tapi untuk bernapas pun rasanya masih sesak”
Aku mengisap lintingan yang telah terbakar lebih dalam. Semakin dalam juga kurasakan kepedihan anak ini.
“Siapa namamu Nak ?”
“Saya Ragil, Pak”
“Jangan bersedih Ragil, saya Gunawan, Gunawan Wicaksono”
“Saya tau pak, saya lihat di buku Bapak”
Kami hanya saling tersenyum lalu kembali dalam diam.


Bulan keenam

Tenang…tenang sekali hari ini, begitu tenang…
Apa yang akan hari ini bawakan selain ketenangan, aku hanya merasa tenang…
Mbak Sum datang pagi, karena mau arisan kampung sorenya.
Makan pagi pun telah disediakannya.
Hari yang begitu tenang…
Aku beranjak ke kamar mandi, menanggalkan baju lalu mengguyur tubuh dengan air yang membawa kesegaran, sabun terakhir dari botolnya menghantarkan keharuman. Kugosok, kubersihkan tubuh tua ini. Lalu kubilas kembali dengan air.
Hari ini begitu tenang hingga kulanjutkan mengelap sisa-sisa air di tubuh ini dengan handuk lalu membalutnya dengan pakaian terbaru yang kupunya.
Aku ingin menulis hari ini, menulis tanpa bahan, karena semua ini telah ada dipikiran, teruntuk anak yang pernah kubiarkan tumbuh tanpa bimbinganku, teruntuk anak dan sahabat yang pernah kutemani dan menemaniku dalam waktu yang singkat. Sekiranya waktu telah menjemput, aku telah siap.
Tak banyak kata yang tertulis dalam kertas yang telah diamplopi, satu untuk Rasta, satunya lagi untuk Ragil. Pada Rasta kuwariskan rumah ini, sebenarnya bukan kuwariskan, hanya kuteruskan dan permintaan maaf atas segala waktu yang telah terlewatkan, Percayalah Tuhan akan selalu menjagamu Nak. Pada Ragil kuwariskan seluruh buku berikut hak ciptanya, Terima kasih telah menjadi anak sekaligus kawan di tengah masa sepi yang telah kujalani, teruslah berjalan Nak, sambut kehidupan.
Hari ini begitu tenang hingga aku ingin tidur lagi….
“Mbak Sum, tolong tutup jendela-jendela, bawa saja kunci depan kalo dah selesai. Saya mau tidur”
“Baik Pak”.
***
6:30 Sore, Pak Gun mungkin keluar kota, jendela-jendela besar yang biasanya terbuka sekarang tampak kokoh tertutup, tapi pagarnya kok tidak terkunci ?.
Kuberanikan masuk kedalam, rasa penasaran memaksaku mengetuk pintu, lama ku gedor-gedor gak ada yang bukain.. Iya, mungkin lagi keluar. Kutunggu saja di teras, sambil menikmati terang sinar yang tinggal sebentar.
“Mas…Mas, bangun Mas”
“Eh, iyq…iyq….. Sambil mengusap-ngusap mata aku mengumpulkan nyawa menyadari sekitar..
Mbak Sum…?” dalam keremangan aku melihat sosok Mbak Sum yang biasanya membantu Pak Gun membersihkan rumah.
Oh, aku tertidur rupanya, tapi bukannya tadi Pak Gun udah bukain pintu sambil tersenyum, jarang-jarang dia tersenyum begitu damai seperti itu. Apa tadi itu mimpi?
“ Iya Den, ini Mbak Sum. Ini saya mau balikkin kunci, mungkin Bapak perlu kunci depan, tapi ini Bapaknya kemana ya Den?”
“Wah saya juga gak tau Mbak Sum, ini saya juga lagi nunggu.”
“Sebentar ya Den, saya kedalam dulu ngidupin lampu, Aden gak nunggu didalam aja ?”
“Enggak Mbak, saya tunggu disini aja”
Dari arah barat, venus tampak menyapa,memandu pelaut menentukan arah, petang yang indah, gurat – gurat ungu masih tersisa.
Mbak Sum datang lagi, buyarlah lamunanku….
“ Den, ini ada surat buat Aden”
“Dari bapak, tulisan bapak”
“Ini Den, Teruntuk : Ragil”
“Makasih, Mbak. Bapaknya mana? “
“Mungkin masih tidur, ini ditaruh diatas meja makan, satunya lagi buat Rasta”
“Iya mbak, makasih. Saya buka dulu”
Amplop putih, kertas hvs, tulisan Pak Gun ternyata begitu rapi. Kubaca dalam hati

Ragil, terimakasih sudah menjadi teman, menjadi anak…
Kujawab “Terimakasih sudah menjadi teman, menjadi bapak…”

Comment 1

Comment by http://cryta.wordpress.com on April 17, 2009 at 10:10 PM

Gimana sih caranya bikin cerpen, aku belum pernah, pengen nyoba juga kalo udah siap.., salam
Cryta.wordpress.com

Post a Comment